matechcorp.com – Kelompok militan Lebanon, Hizbullah, telah memperkenalkan strategi baru dalam melakukan serangan terhadap Israel. Hal ini terbukti dengan serangan yang dilakukan menggunakan pesawat tak berawak (drone), yang berhasil melukai tiga tentara Israel, salah satunya dengan luka serius.
Serangan tersebut merupakan bagian dari eskalasi yang terjadi selama tujuh bulan terakhir, di mana Hizbullah secara teratur menembakkan rudal melintasi perbatasan dengan Israel. Akan tetapi, serangan pada Kamis tampaknya merupakan serangan udara rudal pertama yang berhasil diluncurkan dari dalam wilayah udara Israel.
Hizbullah telah meningkatkan serangannya terhadap Israel dalam beberapa pekan terakhir, khususnya setelah serangan Israel ke kota Rafah di Jalur Gaza. Mereka telah memperkenalkan persenjataan baru dan lebih canggih, serta menyerang lebih dalam di wilayah Israel.
Analis politik Lebanon, Faisal Abdul-Sater, menyatakan bahwa serangan tersebut adalah bagian dari strategi Hizbullah untuk menunjukkan kemampuannya dan kesiapan untuk melakukan serangan lebih besar jika diperlukan.
Meskipun konflik lintas batas telah berlangsung sejak awal Oktober, “serangan kompleks” yang dilakukan Hizbullah dimulai beberapa hari setelah serangan drone dan rudal Iran yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel pada pertengahan April.
Dalam dua minggu terakhir, Hizbullah makin meningkatkan serangannya sebagai respons terhadap serangan Israel ke kota Rafah selatan di Jalur Gaza, menurut seorang pejabat Lebanon yang mengetahui operasi kelompok tersebut.
Serangan Kamis sore oleh sebuah pesawat tak berawak yang membawa rudal terjadi hanya beberapa hari setelah Hizbullah meluncurkan tiga rudal anti-tank ke sebuah pos militer Israel. Mereka merilis rekaman kamera setelahnya untuk menunjukkan bahwa mereka telah mencapai sasaran.
Malam sebelumnya, Hizbullah melancarkan serangan terdalamnya di Israel dengan menggunakan drone peledak untuk menyerang sebuah pangkalan di Ilaniya dekat kota Tiberias. Militer Israel mengatakan serangan itu tidak melukai siapapun.
Abdul-Sater mengatakan koalisi pimpinan Iran, yang mencakup kelompok militan Palestina Hamas, telah memperingatkan bahwa jika pasukan Israel melancarkan invasi besar-besaran ke Rafah dalam upaya mengejar Hamas, maka serangan dari front lain akan meningkat.
Pemberontak Houthi di Yaman yang didukung Iran mengeklaim bahwa mereka menyerang kapal perusak AS, sementara militan yang didukung Iran di Irak mengatakan mereka menembakkan serangkaian drone ke arah Israel dalam beberapa minggu terakhir.
Penggunaan persenjataan yang lebih canggih oleh Hizbullah, termasuk drone yang mampu menembakkan rudal, drone peledak, dan jenis peluru kendali kecil yang dikenal sebagai Almas, telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan militer Israel.
Juru bicara militer Letkol Nadav Shoshani menyatakan bahwa Hizbullah telah meningkatkan situasi di utara dan makin sering menembak.
Hizbullah juga berhasil mengurangi jumlah pejuang yang hilang dibandingkan minggu-minggu awal konflik. Kelompok ini telah kehilangan lebih dari 250 pejuang sejauh ini, dibandingkan dengan 15 tentara Israel sejak pertempuran pecah di sepanjang perbatasan Lebanon-Israel.
Pejabat yang mengetahui operasi kelompok tersebut mengatakan Hizbullah telah mengurangi jumlah pejuang di sepanjang wilayah perbatasan untuk menurunkan jumlah korban. Meskipun Hizbullah terus menembakkan rudal anti-tank Kornet buatan Rusia dari wilayah yang dekat dengan perbatasan, mereka juga telah beralih menggunakan drone dan jenis roket lain yang memiliki hulu ledak berat.
Selama akhir pekan, Hizbullah mengatakan mereka telah meluncurkan roket baru dengan hulu ledak berat bernama Jihad Mughniyeh.
Analis politik Eva J. Koulouriotis menyatakan bahwa eskalasi Hizbullah baru-baru ini kemungkinan memiliki beberapa tujuan, termasuk menaikkan batas atas tuntutan kelompok tersebut dalam negosiasi kesepakatan perbatasan di masa depan, serta meningkatkan tekanan militer terhadap militer Israel sehubungan dengan persiapan pertempuran di Rafah.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant bersumpah bahwa Israel akan bertahan, mencapai tujuannya, menyerang Hamas, menghancurkan Hizbullah, dan menciptakan keamanan.
Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah menegaskan dalam pidatonya bahwa pertempuran di sepanjang perbatasan Lebanon-Israel tidak akan berakhir sampai operasi militer Israel di Jalur Gaza berakhir.
Komentarnya merupakan pukulan terhadap upaya para pejabat asing, termasuk pejabat AS dan Prancis, yang telah mengunjungi Beirut untuk mencoba mengakhiri kekerasan.
Menteri Luar Negeri Kanada, Melanie Joly, mengunjungi Beirut dan menyatakan dukungannya untuk gencatan senjata. Dia menekankan pentingnya warga Lebanon dan Israel dapat kembali ke rumah mereka.
Wakil pemimpin Hizbullah Naim Kassim memperingatkan Israel agar tidak melancarkan perang habis-habisan, mengacu pada perang 34 hari Israel-Hizbullah pada tahun 2006 yang berakhir imbang.